by Dhynar Kurniasari
Twitter: @DhynarSoshi
Title: "Panti Ceria"
Starring:
~ Anisa Chibi>> Dewasa, bijaksana,
~ Angel Chibi>> Si cadel yang lemot
~ Christy dan Felly Chibi>> Anak kembar yang suka membantu Bunda Atika
~ Cherly Chibi>> Penjinak Gigi :)

~ Gigi Chibi>> Paling jahil
~ Ryn Chibi>> Anak panti yg sering jadi sasaran kejahilan Gigi
~ Devi Chibi>> Pandai menulis cerita dan suka membaca
~ Wenda Chibi>> Preman panti
Author: Dhynar Kurniasari :)

Panti Ceria adalah panti asuhan milik Atika, seorang janda paruh baya yang suaminya meninggal delapan tahun yang lalu. Panti Ceria didirikan untuk menampung anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Semenjak didirikan tiga tahun yang lalu, Panti Ceria telah menampung 15 anak dan saat ini hanya menyisakan sembilan gadis cantik yang mulai beranjak dewasa. Anak-anak panti selalu memanggil Atika dengan sebutan Bunda.
(di Panti Ceria) pukul 08.00 Hari Minggu
Gigi berjalan mengendap-endap menuju gudang di belakang panti kemudian mengambil megaphone berwarna putih cerah. Lalu ia segera mengendap-endap ke ruang tengah dan menyalakan megaphone tersebut. Anak-anak panti yang lain masih terlelap, sedangkan Bunda Atika masih pergi ke pasar.
"BANGUN WOOOOYYY!!! KEBAKARAAAANNNNN!! PANTI KEBAKARAAANN!!" teriak Gigi yang sontak membuat penghuni panti terbangun dan berlarian kesana kemari.
"Aduh kebakalan! Gimana ini? Aduh!" kata Angel panik.
Gigi kemudian tertawa terbahak-bahak yang membuat anak-anak panti lain merasa bingung dengan sikapnya. Ia tak berhenti tertawa melihat teman-temannya kebingungan.
"Kamu kenapa sih? Panti kebakaran kok malah ketawa!" ucap Ryn.
"Hahahaahaha... Rasain aku tipu!" kata Gigi sambil tergelak.
Cherly yang paham dengan maksud kejahilan Gigi akhirnya ia menjewer telinga Gigi dengan keras. "Dasar kamu ya, Gi! Pagi-pagi udah jahil! Pake bilang panti kebakaran lagi!"
"Aduh aduh maaf, kak. Maaf. Lagian udah siang kalian belom pada bangun." ujar Gigi sambil meringis kesakitan.
Devi memukul Gigi dengan bukunya. "Kamu tuh ya, dek! Kalo sampe Bunda tau kamu pagi-pagi udah jahil, bisa-bisa pagi ini nggak ada jatah makan pagi buat kamu!"
"Iya maaf." kata Gigi.
(di dapur panti) pukul 09.00 Hari Minggu
"Bunda, hari ini masak apa?" tanya Christy sambil berdiri di samping Bunda Atika yang tengah memotong brokoli hijau.
"Bunda mau masak sup krim buat kalian." jawab Bunda sambil tersenyum.
"Bunda, Bunda, tadi pagi Gigi jahil lagi. Sebel deh!" kata Felly. "Kita kerjain balik aja!"
"Memangnya Gigi ngapain lagi sih?" tanya Bunda.
"Dia teriak kebakaran, Bunda. Yaudah kan kita semua jadi panik. Eh nggak taunya dia bohong!" jawab Felly lagi.
"Emang mau dikerjain gimana si Gigi itu, Fel?" tanya Christy.
Felly meihat brokoli hijau yang dipotong Bunda. "Oh iya Gigi kan nggak suka brokoli!. Kita kerjain aja dia! Jatah sup krim untuk Gigi dikasi brokoli yang banyak. Gimana?"
Bunda Atika tersenyum. "Ya sudah kalo itu ide kalian. Nanti Bunda kasih brokoli yang banyak buat jatah sup krimnya Gigi."
"Yes!" seru Christy dan Felly bersamaan.
Setengah jam kemudian, Bunda datang ke meja makan sambil membawa sup krim yang tadi dibuatnya bersama Christy dan Felly. Anak-anak panti yang lain sudah siap di kursi masing-masing.
"Ini buat kamu." kata Bunda sambil meletakkan semangkuk sup krim jebakan pada Gigi.
Gigi mencium aroma sup yang mash hangat itu. "Hmmmm nikmatnya! Masakan Bunda emang juara deh! Aku makan ya!"
Ketika Gigi mengunyah sesendok sup krimnya, ia merasakan satu kejanggalan. "Mmmhh mmhhh...."
Christy dan Felly sedari tadi menahan tawanya.
Ketika Gigi menyadari ia makan brokoli banyak di sup krimnya, ia segera memuntahkannya sebanyaka mungkin. "Bunda! Kan aku udah bilang aku nggak suka brokoli! Kok dikasi brokoli sih?"
Bunda tersenyum. "Kan Bunda sudah bilang Bunda nggak suka anak panti yang jahil. Tapi kenapa kamu masih jahil?"
Anak-anak panti kecuali Gigi sontak segera tertawa terbahak-bahak.
(di ruang depan Panti) pukul 13.00 hari Minggu
Devi sedang asyik membaca novel karangan Agatha Cristie sambil meminum segelas teh hangat di ruang depan. Disampingnya ada Ryn yang sedang mencat kukunya.
"Kak, kak!" panggil Ryn sambil mencolek kaos Devi.
Devi menoleh. "Apa?"
"Kuku aku bagus nggak? Hehehe..." tanya Ryn sambil menunjukkan kuku-kukunya yang telah dicat warna kuning muda.
"Jelek. Kayak kukunya orang sakit liver!" jawab Devi lalu kembali menekuni novelnya.
Ryn cemberut. "Kak Devi nggak asik ah! Aku tanya Bunda aja! Ugh!" Lalu Ryn segera beranjak meninggalkan Devi.
GUBRAKKK!! KROMMPYAANG!! Terdengar suara tempat sampah di halaman depan yang tidak sengaja tertendang oleh Wenda. Devi pun kaget dan segera melangkah ke teras.
"Awas lo ye! Gue hajar lo besok!" seru Wenda pada tiga preman laki-laki yang berada di luar pagar Panti.
"Gue nggak takut sama lo!" kata salah satu preman laki-laki.
"Nih makan sepatu butut gue!" Lalu Wenda melemparkan salah satu sepatu yang dikenakannya ke arah mereka. "Mampus lo!"
Devi hanya bisa menganga sambil memperhatikan Wenda. "Ya ampun, Wenda."
Wenda segera berbalik badan. "Eh kak Devi." kata Wenda sambil nyengir.
"Cari masalah apa lagi kamu?" tanya Devi sambil berkacak pinggang.
"Emmm... itu... anu... gue abis tawuran sama geng preman sebelah." jawab Wenda sambil membetulkan topinya yang sudah terlihat butut.
"Ckckckck... Ayo sana masuk!"
"Iya, Kak."
Begitulah penghuni Panti Ceria yang diisi oleh anak-anak panti dengan berbagai macam karakter dan sifat yang berbeda-beda. Tapi dibalik semua itu, mereka sangat menyayangi Bunda Atika karena mereka menganggap Bunda Atika seperti ibu mereka sendiri :)

~~TO BE CONTINUED~~
FF "Panti Ceria" #2 (CONT)
by Dhynar Kurniasari
Twitter: @DhynarSoshi
Title: "Panti Ceria"
Starring:
~ Anisa Chibi>> Dewasa, bijaksana,
~ Angel Chibi>> Si cadel yang lemot
~ Christy dan Felly Chibi>> Anak kembar yang suka membantu Bunda Atika
~ Cherly Chibi>> Penjinak Gigi :)

~ Gigi Chibi>> Paling jahil
~ Ryn Chibi>> Anak panti yg sering jadi sasaran kejahilan Gigi
~ Devi Chibi>> Pandai menulis cerita dan suka membaca
~ Wenda Chibi>> Preman panti
Author: Dhynar Kurniasari :)

(di ruang tengah) pukul 18.27 hari Minggu
Wenda tampak sedang menghitung lembar demi lembar uang yang dipegangnya sambil bergumam pelan.
"Dua ratus... dua ratus sepuluh ribu.. dua ratus dua puluh ribu... tiga ratus..."
Tiba-tiba dari belakang Gigi mengagetinya dan membuat uang yang dipegang Wenda berhamburan ke lantai.
"BAAAA!!" seru Gigi.
"Gigiiiiii! Elo tuh ya gangguin gue aja!" kata Wenda geram. "Liat tuh duit gue jatuh semua!"
"Wah elo banyak duit ya, Wen. Dapet darimana? Nyolong ya?" tanya Gigi sambil memicingkan matanya.
"Nyolong? Ya ampun gue nggak level ya nyolong duit! Itu namanya duit haram! Gue dapet duit ini hasil setoran preman!"
"Setoran preman?" tanya Gigi bingung.
"Iya. Udah deh ah kalo dijelasin elo juga nggak bakal ngerti. Elo masih kecil."
"Ih dasar!" Gigi mencubit lengan Wenda.
"Tapi, Gi. Elo jangan bilang-bilang sama anak-anak panti yang lain ya. Duit ini mau gue kasihin sama Bunda. Tapi gue nggak bilang sama Bunda. Gue mau naruh duit ini di bawah bantal Bunda. Paham?" ucap Wenda setengah berbisik.
Gigi yang agaknya sedikit mengerti pun lalu mengangguk-angguk pelan.
Ketika waktu menunjukkan pukul 21.00, Gigi dan Wenda masuk ke dalam kamar Bunda sambil melangkah berjingkat-jingkat. Saat itu Bunda tidak sedang berada di kamar karena Bunda tengah melaksanakan sholat Isya'. Gigi berjaga-jaga di dekat pintu kamar untuk memantau situasi. Lalu Wenda segera menyelipkan uang yang telah dibungkus amplop coklat tebal itu di bawah bantal Bunda dan segera keluar dari kamar sebelum Bunda selesai sholat.
==Keesokan Harinya==
(di pasar besar) pukul 08.00 hari Senin
Bunda Atika sedang berkeliling di pasar mencari bahan masakan yang akan dimasaknya nanti siang untuk anak-anak panti. Bunda mencari pedagang yang menjual ayam segar. Bunda ingin memasak masakan yang spesial karena tadi malam ia menemukan segepok uang yang diselipkan Wenda di bawah bantalnya. Namun Bunda sama sekali tidak tahu jika uang itu adalah pemberian Wenda.
"Alhamdulillah aku dapat uang. Mungkin ini rejeki Allah untuk anak-anak panti. Hari ini aku mau masak ayam bakar buat mereka. Mereka pasti senang." ucap Bunda tersenyum sambil mengintip beberapa lembar uang yang masih terbungkus rapi di dalam amplop.
Tiba-tiba tiga orang pemuda merampas uang yang dipegang Bunda Atika lalu mereka segera lari sekencang-kencangnya.
"Copet! Copet! Tolong ada copeeeett!" teriak Bunda gelisah.
Beberapa orang yang mendengar jeritan Bunda segera mengejar tiga orang pencopet tersebut, termasuk Wenda yang saat itu tengah duduk di salah satu kursi kayu panjang. Wenda segera mengejar pencopet tersebut.
"Woy! Jangan kabur lo" teriak Wenda sambil menambah kecepatan larinya.
Wenda melihat ada kayu besar dan segera dilemparnya.
BBUUUUKK! Kayu tersebut tepat mengenai pencopet yang memegang amplop Bunda. Mengetahui salah satu temannya jatuh tersungkur gara-gara Wenda, dua pencopet tersebut segera kabur dan meninggalkan temannya yang kebetulan memegang amplop uang itu.
Wenda menghampiri pencopet tersebut. "Heh! Balikin amplop itu! Balikin nggak!" seru Wenda sambil memegang kerah kaos si pencopet.
"I..iya..iya ampun." rintih si pencopet lalu menyerahkan amplop tersebut pada Wenda.
"Kalo elo nggak mau bonyok, bayar dulu seratus ribu ke gue! Baru elo bisa bebas!"
"Gue.. gue nggak punya duit. Sumpah!"
"Halaaahh nggak usah alasan lo!" Wenda semakin mengencangkan cengkeraman kerah kaos pencopet itu. "Gue tau elo dapet duit banyak hasil nyopet hari ini. Kalo elo mau bebas, bayar dulu seratus ribu sama gue!"
Si pencopet semakin takut. Lalu ia mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari dalam sakunya dan menyerahkannya pada Wenda. Wenda segera melepaskan pencopet itu.
(di meja makan panti) pukul 18.30 hari Senin
"Horeeeee malam ini kita makan enak!" seru Felly sambil memainkan sendok dan garpunya.
"Kita makan ayam bakar sama spaghetti!. Nyyuuuummmm..." timpal Christy yang juga tak kalah girang.
Wenda bergumam dalam hati sambil tersenyum, "Iya Bunda bisa beli ayam dan spaghetti kan duitnya dari gue."
Tak lama kemudian Bunda Atika datang sambil membawa satu nampan besar berisi dua ekor ayam bakar utuh yang masih hangat. Dibelakangnya Anisa membawa satu mangkuk besar berisi spaghetti yang masih mengeluarkan asap karena baru matang. Kemudian Bunda ikut bergabung duduk di kursi makan bersama sembilan anak panti.
"Hari ini Bunda bisa masak enak karena Bunda baru dapat rejeki." kata Bunda diiringi senyumnya.
"Lejeki apa, Bunda? Bunda menang alisan ya?" tanya Angel.
"Bukan, Angel. Pokoknya Bunda dapat rejeki lah. Dan rejeki ini Bunda bagi untuk kebahagiaan kalian. Jarang-jarang kan kita bisa makan ayam dan spaghetti." jawab Bunda sambil mencubit kecil pipi Angel.
"Mungkin in rejeki dari Tuhan untuk Panti Ceria." ucap Anisa bijak. "Ini semua patut disyukuri karena Tuhan sayang sama kita."
Wenda dan Gigi saling berpandangan lalu tersenyum.
"Yasudah ayo dimakan ayam bakarnya. Nanti keburu dingin lho." kata Bunda.
Lalu anak-anak Panti Ceria segera mengambil ayam bakar dan spaghetti yang telah dihidangkan. Gigi dan Ryn berebut untuk mendapatkan ayam bakar bagian paha atas yang banyak dagingnya. Bunda tersenyum melihat kebahagiaan anak-anak panti yang bisa makan masakan enak sepeti ini.
==Keesokan Harinya==
(di ruang tengah panti) pukul 14.00 hari Selasa
Siang itu anak-anak panti sedang bersantai di ruang tengah kecuali Angel. Bunda Atika sedang menyirami kebun bunga bersama Angel di halaman depan. Si cadel yang lemot itu suka sekali menanam bunga. Cita-citanya kelak ia ingin menjadi seorang peneliti bunga dan menemukan spesies bunga baru.
Tiba-tiba datang segerombolan laki-laki kekar berpakaian serba hitam. Mereka berjumlah sekitar 7-10 orang. Salah satunya ada yang mengenakan jas hitam yang terbuat dari kulit sapi muda dan menghisap cerutu di mulutnya. Lelaki yang menghisap cerutu itu adalah boss-nya. Bunda dan Angel yang berada di halaman depan terlihat ketakuan melihat kedatangan orang-orang itu.
"Bunda, meleka siapa?" tanya Angel pelan sambil merinding ketakutan.
Bunda hanya diam sambil terus memandangi orang-orang bertubuh kekar itu.
Lalu si Boss mendekat pada Bunda dan Angel. "Heh Atika!"
"Mau apa kamu kemari?" tanya Bunda yang tampaknya mengenali sang Boss yang menghisap cerutu itu.
"Aku sudah kasih kamu waktu satu tahun untuk meninggalkan tempat ini! Tapi kenapa kamu tidak pergi dari sini bersama dengan bocah-bocah ingusan itu?" si Boss menunjuk Angel yang kini telah sembunyi di balik punggung Bunda.
"Ini bukan tanah kamu, Roy!. Ini tanah warisan ayahku. Aku gunakan tanah ini untuk mendirikan panti asuhan!" balas Bunda tak gentar.
Si boss yang bernama Roy ini menggelengkan kepala. "No no no. Ini tanah saya, darling. Aku punya bukti surat tanahnya."
"Sudah kubilang surat tanah milikmu itu palsu, Roy!" seru Bunda.
"Wow! Kamu tidak ingat Atika? Sebelum Ayah kamu meninggal, Ayah kamu menjual surat tanah ini pada saya." jelas Boss Roy. "Ayah kamu itu butuh duit! Ngerti?"
Bunda Atika terdiam.
Anak-anak panti yang berada di dalam segera keluar begitu mendengar keributan yang terjadi di halaman depan. Mereka terkejut karena melihat kedatangan beberapa orang bertubuh kekar dan terlihat sangar. Kemudian Wenda berinisiatif untuk membela Bunda. Wenda berjalan menghampiri Bunda Atika yang masih mendekap Angel di belakang punggungnya.
"Ada apa ini?" tanya Wenda dengan nada sedikit ketus sambil melipat tangannya.
"Sudah, Wen, jangan ikut-ikut. Bukan masalah apa-apa kok." jawab Bunda. Lalu Bunda menoleh pada anak-anak panti yang tengah berkerumun di teras. "Anak-anak, kalian masuk ya. Bunda ada tamu teman lama."
"Wenda nggak percaya ini temen lama Bunda." seru Wenda sambil tetap memandangi boss Roy yang menghembuskan asap cerutunya. "Ayo jawab siapa kalian!"
Boss Roy kemudian tersenyum kecut dan berjalan mendekati Wenda. Wenda sontak mundur selangkah. "Kamu... mau tau siapa saya?. Saya ini yang punya tanah tempat panti asuhan ini berdiri."
Wenda mengerutkan dahinya. "Gue nggak percaya!. Orang yang suka merampas hak milik orang lain seperti elo itu banyak! Orang yang suka ngaku-ngaku seperti elo itu banyak!"
"Wow begitukah, anak manis?" tanya Boss Roy. "Heh Atika! Sekarang aku beri kamu waktu tiga bulan untuk keluar dari sini bersama anak-anak kamu ini!. Tapi jika kamu bisa membayar tanah ini seluruhnya, maka kamu boleh tinggal disini."
Bunda hanya terdiam dengan tatapan marah.
Tak lama kemudian Boss Roy bersama para anak buahnya pergi meninggalkan Panti Ceria. Namun setelah berjalan beberapa langkah, Boss Roy berbalik badan. "Aku tidak main-main, Atika!. Waktumu hanya tiga bulan."
Lalu Boss Roy melenggang pergi bersama anak buahnya.
"Heh tunggu!" teriak Wenda. Ia menghampiri Boss Roy. "Gue dan anak-anak panti pasti bisa bantu Bunda balikin tanah ini! Inget itu!" Telunjuk Wenda sudah mendarat tepat di depan wajah Roy yang sedikit terlihat kusam dan berkeringat. "Orang licik seperti elo nggak pantes punya surat tanah milik keluarga Bunda Atika!"
Boss Roy hanya tersenyum licik lalu pergi meninggalkan Wenda dan Panti Ceria sambil menaiki mobil Alphard hitam miliknya.
Bunda segera berlari ke dalam panti dan masuk ke kamar. Anak-anak panti segera menyusul Bunda. Di depan pintu kamar Bunda, mereka mendengar samar-samar Bunda menangis terisak. Melihat kejadian itu, anak-anak panti merasa sangat sedih dan ingin membantu Bunda mendapatkan kembali surat tanah asli yang sekarang berada di tangan Boss Roy. Namun mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk membantu Bunda.
~~TO BE CONTINUED~~
FF "Panti Ceria" #3 (CONT)
by Dhynar Kurniasari
Twitter: @DhynarSoshi
Title: "Panti Ceria"
Starring:
~ Anisa Chibi>> Dewasa, bijaksana,
~ Angel Chibi>> Si cadel yang lemot
~ Christy dan Felly Chibi>> Anak kembar yang suka membantu Bunda Atika
~ Cherly Chibi>> Penjinak Gigi :)
~ Gigi Chibi>> Paling jahil
~ Ryn Chibi>> Anak panti yg sering jadi sasaran kejahilan Gigi
~ Devi Chibi>> Pandai menulis cerita dan suka membaca
~ Wenda Chibi>> Preman panti
Author: Dhynar Kurniasari :)
(di kamar) pukul 21.00 hari Selasa
Anisa, Angel, dan Devi tengah duduk diatas tempat tidur. Mereka sedang membicarakan ide mendapatkan uang untuk membantu Bunda mendapatkan kembali surat tanah yang sekarang berada di tangan Boss Roy.
"Kasian ya Bunda Atika. Kok ada sih olang jahat kayak si Loy itu. Kesel deh!" seru Angel sambil memukul kesal bantal Doraemon-nya.
"Kita bisa bantu apa ya buat Bunda? Aku bingung." kata Anisa. "Ada saran, Kak Dev?" tanya Anisa pada Devi.
Devi terdiam sejenak sambil memikirkan sesuatu. "Aku juga nggak tau, Nis. Masa kita mau jual diri?"
"ENGGAK!" jawab Anisa dan Angel bersamaan.
Devi tertawa kecil. "Ya enggak dong, sayang. Itu pekerjaan haram. Kakak juga bingung kita bisa bantu apa."
"Masa sih kita mau nyelah gitu aja? Boss Loy nggak boleh punya tanah ini! Tanah ini punya Bunda." kata Angel.
Sementara itu Wenda, Devi, dan Cherly juga sedang berbincang diatas tempat tidur mereka.
"Kayaknya gue harus kejar setoran nih. Gue terpaksa harus malakin preman biar dapet duit banyak." kata Wenda.
"Jangan lah, Wen. Mending kamu jadi kuli angkut di pasar. Atau bantu-bantu Mang Udin jualan batagor di teras pasar." usul Cherly sambil tertawa geli.
"Hahaha iya cocok banget ya." timpal Gigi lalu tertawa terbahak-bahak.
"Apa sih lo? Mau ngeledekin gue?" tanya Wenda sambil mengepalkan tangannya pada Gigi.
"Eh udah udah kok jadi berantem sih?" Cherly merentangkan kedua tangannya untuk memisahkan Gigi dan Wenda.
"Dia duluan tuh! Dasar preman!" seru Gigi.
==Keesokan Harinya==
(di Mall) pukul 13.00 hari Rabu
Anisa, Angel, dan Ryn sedang jalan-jalan di sebuah mall megah di Jakarta. Mereka sekedar window shopping sepulang sekolah. Banyak baju dan dress lucu nan imut terpajang di beberapa sudut toko, tetapi mereka bertiga hanya bisa memandangnya meski dalam hati ingin sekali memakai dress lucu tersebut.
Tak lama kemudian perut Ryn berbunyi. KRRYUUUUKK....
Ryn hanya menyengir kuda. "Hehehe aku laper. Makan yuk."
"Aduh, Lyn. Kenapa kamu lapel disaat yang nggak tepat sih? Duit kita hanya cukup buat naik bus pulang nih." kata Angel.
"Tapi gimana dong? Aku laper nih. Bisa pingsan nih kalo aku nggak makan."
"Udah udah Ryn mau makan apa? Biar aku yang bayar. Aku ada uang lebih hari ini." kata Anisa.
"Asik asik. Aku mau nasi goreng!" jawab Ryn girang.
Lima menit kemudian tibalah Anisa, Angel, dan Ryn di salah satu gerai khusus masakan nasi goreng. Ryn tampak bingung memilih varian nasi goreng karena semuanya enak-enak. Akhirnya ia memutuskan memesan nasi goreng sosis, begitu pula Anisa dan Angel. Lalu mereka duduk di bangku kosong.
Ketika mereka terlibat pembicaraan, tiba-tiba mata indah Anisa tertuju pada sesosok pemuda tampan yang saat itu duduk tidak jauh dari tempat Anisa duduk. Ia seperti pernah mengenal pemuda itu. Lalu perlahan Anisa menghampirinya.
"Permisi." kata Anisa pada pemuda itu yang kala itu datang bersama tiga orang temannya. "Daniel ya?"
Pemuda tersebut menoleh. Sepertinya ia mengenali Anisa. "Anisa?"
"Daniel kan? Kamu Daniel kan?"
"Iya. Hey apa kabar?" Pemuda bernama Daniel itu lalu berdiri dan menjabat tangan Anisa. Ternyata Daniel adalah kakak kelas Anisa semasa SMP dulu.
"Baik. Aku baik-baik aja." jawab Anisa lalu ia memperhatikan baju rapi yang dikenakan oleh Daniel. "Wah kamu rapi banget ya. Kerja dimana sekarang?"
"Oh iya sebelumnya kenalin ini temen-temen manajemenku." kata Daniel dan mempersilahkan Anisa menyalami satu persatu teman Daniel. "Ini Ricky, ini Anton, dan ini Rio. Aku kerja di manajemen artis. Sekarang lagi nyari gadis-gadis cantik untuk kita training jadi artis, presenter, ataupun model." jelas Daniel.
"Oh gitu. Asik ya kamu udah sukses sekarang." kata Anisa.
Lalu salah satu teman Daniel yang bernama Anton berkata, "Dan, temen elo itu bisa kita training lho."
"Siapa? Anisa ini?" tanya Daniel.
Ketiga teman Daniel mengangguk bersamaan. Sementara Anisa tersipu mendengar ucapan Anton barusan.
"Wah boleh juga nih. Kamu tertarik, Nis?" tanya Daniel.
Lalu Anisa teringat perkataan Bunda Atika yang tidak menyetujui anak-anak panti untuk menjadi seorang artis. Sekejap kemudian Anisa juga teringat bahwa saat ini Bunda membutuhkan uang untuk mengambil kembali surat tanah itu.
"Emmm... Maaf nih kalo boleh tau honornya berapa?" tanya Anisa dengan rasa sungkan.
"Wah kalo itu jangan ditanya, Nis. Asalkan selama training kamu bisa memberikan yang terbaik, bayarannya pasti mahal." jawab Ricky santai.
"Emmm... Oke deh aku coba." ucap Anisa dengan hati penuh keraguan. "Oh iya boleh ajak dua temenku?"
"Boleh boleh. Hari Minggu dateng aja ke kantor kita." Lalu Daniel mengeluarkan selembar kartu nama dan menyerahkannya pada Anisa. "Hubungi nomer ini ya."
"Oke. Makasih ya. Seneng bisa ketemu kamu." kata Anisa. "Aku balik kesana dulu ya."
Anisa segera melangkah kembali ke meja tempat mereka tadi duduk menunggu pesanan nasi goreng.
Sementara itu di pasar, Wenda sedang duduk di salah satu lapak yang saat itu sedang kosong. Ia sedang menunggu preman atau pencopet yang biasanya menyerang ibu-ibu yang sedang berbelanja. Namun sepertinya saat itu sedang tidak ada preman ataupun pencopet yang muncul.
Wenda mulai bosan. Ia memutuskan untuk berjalan-jalan mengitari pasar. Kemduian dari kejauhan Wenda melihat seorang ibu paruh baya yang tengah kesulitan mengangkat belanjaan yang dibawanya. Badannya yang mulai ringkih seperti tidak kuat membawa beberapa kantong plastik belanjaannya. Segeralah Wenda menghampiri Ibu itu.
"Bu, sini saya bantu." kata Wenda sambil mencoba membawa beberapa kantong plastik milik ibu tersebut. "Ibu mau naik angkot?"
"Enggak, nak. Ibu naik becak. Rumah Ibu dekat dari sini." jawab si ibu paruh baya itu.
"Mari saya bantu carikan becak." kata Wenda lagi.
Sesampainya di jalan besar, Wenda segera mencari becak yang sedang tidak ada penumpang. Lalu ia menemukan Pak Bandi, tukang becak kenalannya.
"Pak, anterin ibu ini ya." ucap Wenda sambil meletakkan beberapa kantong plastik belanja. Lalu Wenda membantu si ibu untuk naik ke atas becak.
Ibu paruh baya tersebut mengeluarkan selembar uang dua pulu ribu dari dompet mungilnya dan menyerahkannya pada Wenda. "Ini, nak. Buat makan ya."
"Enggak, Bu. Saya ikhlas kok." sergah Wenda.
"Nggak papa ambil aja ya. Ibu sedih kalo kamu nggak mau nerima uang ini." kata si ibu.
Wenda mengambil uang tersebut dari tangan si ibu. Lalu segeralah melaju becak Pak Bandi menuju rumah si ibu paruh baya.
"Lumayan." kata Wenda tersenyum sambil mengibas-ngibaskan uang tersebut.
(di toko buku) pukul 15.00 hari Rabu
Devi sedang mengelilingi rak khusus untuk buku mengenai novel-novel fiksi. Ia memegang sebuah buku karangan Dewi Lestari berjudul Perahu Kertas. Kadang ia berangan-angan suatu hari ingin menulis sebuah novel fiksi dan menjadi best seller. Tiba-tiba seorang bapak berdiri disampingnya.
"Suka baca novel fiksi ya?" tanya sang bapak yang masih berusia sekitar 30-an.
Devi menoleh. "Iya."
"Kamu Devi Noviyati kan?" tanya sang bapak lagi.
Devi terkejut karena bapak itu mengetahui namanya, bahkan nama lengkapnya. "Kok bapak tau nama saya?"
"Kamu kan yang sering ngirim cerpen fiksi di majalah Hello Girls." jawab sang bapak sambil membolak-balik halaman novel Dewi Lestari yang berjudul Supernova.
"Darimana bapak tau?" tanya Devi lagi.
"Ya tau lah. Saya kan pemimpin redaksi majalah Hello Girls."
"Pemimpin redaksi? Bapak Amerta? Wah mimpi apa saya bisa bertemu Bapak disini." seru Devi diiringi senyumnya.
"Saya menggemari cerpen fiksi yang sering kamu kirim ke redaksi. Ceritanya unik, bagus, dan lain daripda yang lain." jelas Bapak Amerta.
"Wah bapak bisa saja. Bapak sedang apa kemari?"
"Saya mencari penulis yang akan saya rekrut menjadi penulis cerpen tetap di majalah saya. Dan saya menemukan kamu disini."
"Maksud bapak?" tanya Devi bingung.
"Kamu mau kan bergabung menjadi penulis tetap di majalah Hello Girls? Saya akan beri kamu honor besar jika cerpen-cerpen kamu berhasil menarik minat remaja untuk selalu menanti kelanjutan cerpen karangan kamu selanjutnya. Tapi itu terserah kamu berminat atau tidak."
Devi teringat pada Bunda Atika yang tengah membutuhkan uang untuk mengambil kembali surat tanahnya. Ia berpikir jika honornya dikumpulkan terus menerus, ia bisa membantu Bunda. "Mau mau, Pak. Saya berminat sekali." kata Devi antusias.
"Baik. Hari Sabtu datanglah ke kantor saya. Ini alamatnya." Bapak Amerta menegeluarkan selembar kartu nama dan menyerahkannya pada Devi.
Anisa telah menemukan jalan untuk membantu keuangan Bunda demi mendapatkan kembali surat tanah tersebut. Ia mengajak Angel dan Ryn untuk bergabung ke manajemen Daniel. Sementara Wenda memutuskan untuk menjadi kuli angkut barang-barang belanjaan dan Devi bergabung menjadi tim penulis cerpen tetap di majalah Hello Girls.
Lalu apakah dengan pekerjaan baru itu mereka bisa sedikit demi sedikit membantu Bunda Atika?
~~to be continued~~
by Dhynar Kurniasari
Twitter: @DhynarSoshi
Title: "Panti Ceria"
Starring:
~ Anisa Chibi>> Dewasa, bijaksana,
~ Angel Chibi>> Si cadel yang lemot
~ Christy dan Felly Chibi>> Anak kembar yang suka membantu Bunda Atika
~ Cherly Chibi>> Penjinak Gigi :)

~ Gigi Chibi>> Paling jahil
~ Ryn Chibi>> Anak panti yg sering jadi sasaran kejahilan Gigi
~ Devi Chibi>> Pandai menulis cerita dan suka membaca
~ Wenda Chibi>> Preman panti
Author: Dhynar Kurniasari :)

(di kamar) pukul 21.00 hari Selasa
Anisa, Angel, dan Devi tengah duduk diatas tempat tidur. Mereka sedang membicarakan ide mendapatkan uang untuk membantu Bunda mendapatkan kembali surat tanah yang sekarang berada di tangan Boss Roy.
"Kasian ya Bunda Atika. Kok ada sih olang jahat kayak si Loy itu. Kesel deh!" seru Angel sambil memukul kesal bantal Doraemon-nya.
"Kita bisa bantu apa ya buat Bunda? Aku bingung." kata Anisa. "Ada saran, Kak Dev?" tanya Anisa pada Devi.
Devi terdiam sejenak sambil memikirkan sesuatu. "Aku juga nggak tau, Nis. Masa kita mau jual diri?"
"ENGGAK!" jawab Anisa dan Angel bersamaan.
Devi tertawa kecil. "Ya enggak dong, sayang. Itu pekerjaan haram. Kakak juga bingung kita bisa bantu apa."
"Masa sih kita mau nyelah gitu aja? Boss Loy nggak boleh punya tanah ini! Tanah ini punya Bunda." kata Angel.
Sementara itu Wenda, Devi, dan Cherly juga sedang berbincang diatas tempat tidur mereka.
"Kayaknya gue harus kejar setoran nih. Gue terpaksa harus malakin preman biar dapet duit banyak." kata Wenda.
"Jangan lah, Wen. Mending kamu jadi kuli angkut di pasar. Atau bantu-bantu Mang Udin jualan batagor di teras pasar." usul Cherly sambil tertawa geli.
"Hahaha iya cocok banget ya." timpal Gigi lalu tertawa terbahak-bahak.
"Apa sih lo? Mau ngeledekin gue?" tanya Wenda sambil mengepalkan tangannya pada Gigi.
"Eh udah udah kok jadi berantem sih?" Cherly merentangkan kedua tangannya untuk memisahkan Gigi dan Wenda.
"Dia duluan tuh! Dasar preman!" seru Gigi.
==Keesokan Harinya==
(di Mall) pukul 13.00 hari Rabu
Anisa, Angel, dan Ryn sedang jalan-jalan di sebuah mall megah di Jakarta. Mereka sekedar window shopping sepulang sekolah. Banyak baju dan dress lucu nan imut terpajang di beberapa sudut toko, tetapi mereka bertiga hanya bisa memandangnya meski dalam hati ingin sekali memakai dress lucu tersebut.
Tak lama kemudian perut Ryn berbunyi. KRRYUUUUKK....
Ryn hanya menyengir kuda. "Hehehe aku laper. Makan yuk."
"Aduh, Lyn. Kenapa kamu lapel disaat yang nggak tepat sih? Duit kita hanya cukup buat naik bus pulang nih." kata Angel.
"Tapi gimana dong? Aku laper nih. Bisa pingsan nih kalo aku nggak makan."
"Udah udah Ryn mau makan apa? Biar aku yang bayar. Aku ada uang lebih hari ini." kata Anisa.
"Asik asik. Aku mau nasi goreng!" jawab Ryn girang.
Lima menit kemudian tibalah Anisa, Angel, dan Ryn di salah satu gerai khusus masakan nasi goreng. Ryn tampak bingung memilih varian nasi goreng karena semuanya enak-enak. Akhirnya ia memutuskan memesan nasi goreng sosis, begitu pula Anisa dan Angel. Lalu mereka duduk di bangku kosong.
Ketika mereka terlibat pembicaraan, tiba-tiba mata indah Anisa tertuju pada sesosok pemuda tampan yang saat itu duduk tidak jauh dari tempat Anisa duduk. Ia seperti pernah mengenal pemuda itu. Lalu perlahan Anisa menghampirinya.
"Permisi." kata Anisa pada pemuda itu yang kala itu datang bersama tiga orang temannya. "Daniel ya?"
Pemuda tersebut menoleh. Sepertinya ia mengenali Anisa. "Anisa?"
"Daniel kan? Kamu Daniel kan?"
"Iya. Hey apa kabar?" Pemuda bernama Daniel itu lalu berdiri dan menjabat tangan Anisa. Ternyata Daniel adalah kakak kelas Anisa semasa SMP dulu.
"Baik. Aku baik-baik aja." jawab Anisa lalu ia memperhatikan baju rapi yang dikenakan oleh Daniel. "Wah kamu rapi banget ya. Kerja dimana sekarang?"
"Oh iya sebelumnya kenalin ini temen-temen manajemenku." kata Daniel dan mempersilahkan Anisa menyalami satu persatu teman Daniel. "Ini Ricky, ini Anton, dan ini Rio. Aku kerja di manajemen artis. Sekarang lagi nyari gadis-gadis cantik untuk kita training jadi artis, presenter, ataupun model." jelas Daniel.
"Oh gitu. Asik ya kamu udah sukses sekarang." kata Anisa.
Lalu salah satu teman Daniel yang bernama Anton berkata, "Dan, temen elo itu bisa kita training lho."
"Siapa? Anisa ini?" tanya Daniel.
Ketiga teman Daniel mengangguk bersamaan. Sementara Anisa tersipu mendengar ucapan Anton barusan.
"Wah boleh juga nih. Kamu tertarik, Nis?" tanya Daniel.
Lalu Anisa teringat perkataan Bunda Atika yang tidak menyetujui anak-anak panti untuk menjadi seorang artis. Sekejap kemudian Anisa juga teringat bahwa saat ini Bunda membutuhkan uang untuk mengambil kembali surat tanah itu.
"Emmm... Maaf nih kalo boleh tau honornya berapa?" tanya Anisa dengan rasa sungkan.
"Wah kalo itu jangan ditanya, Nis. Asalkan selama training kamu bisa memberikan yang terbaik, bayarannya pasti mahal." jawab Ricky santai.
"Emmm... Oke deh aku coba." ucap Anisa dengan hati penuh keraguan. "Oh iya boleh ajak dua temenku?"
"Boleh boleh. Hari Minggu dateng aja ke kantor kita." Lalu Daniel mengeluarkan selembar kartu nama dan menyerahkannya pada Anisa. "Hubungi nomer ini ya."
"Oke. Makasih ya. Seneng bisa ketemu kamu." kata Anisa. "Aku balik kesana dulu ya."
Anisa segera melangkah kembali ke meja tempat mereka tadi duduk menunggu pesanan nasi goreng.
Sementara itu di pasar, Wenda sedang duduk di salah satu lapak yang saat itu sedang kosong. Ia sedang menunggu preman atau pencopet yang biasanya menyerang ibu-ibu yang sedang berbelanja. Namun sepertinya saat itu sedang tidak ada preman ataupun pencopet yang muncul.
Wenda mulai bosan. Ia memutuskan untuk berjalan-jalan mengitari pasar. Kemduian dari kejauhan Wenda melihat seorang ibu paruh baya yang tengah kesulitan mengangkat belanjaan yang dibawanya. Badannya yang mulai ringkih seperti tidak kuat membawa beberapa kantong plastik belanjaannya. Segeralah Wenda menghampiri Ibu itu.
"Bu, sini saya bantu." kata Wenda sambil mencoba membawa beberapa kantong plastik milik ibu tersebut. "Ibu mau naik angkot?"
"Enggak, nak. Ibu naik becak. Rumah Ibu dekat dari sini." jawab si ibu paruh baya itu.
"Mari saya bantu carikan becak." kata Wenda lagi.
Sesampainya di jalan besar, Wenda segera mencari becak yang sedang tidak ada penumpang. Lalu ia menemukan Pak Bandi, tukang becak kenalannya.
"Pak, anterin ibu ini ya." ucap Wenda sambil meletakkan beberapa kantong plastik belanja. Lalu Wenda membantu si ibu untuk naik ke atas becak.
Ibu paruh baya tersebut mengeluarkan selembar uang dua pulu ribu dari dompet mungilnya dan menyerahkannya pada Wenda. "Ini, nak. Buat makan ya."
"Enggak, Bu. Saya ikhlas kok." sergah Wenda.
"Nggak papa ambil aja ya. Ibu sedih kalo kamu nggak mau nerima uang ini." kata si ibu.
Wenda mengambil uang tersebut dari tangan si ibu. Lalu segeralah melaju becak Pak Bandi menuju rumah si ibu paruh baya.
"Lumayan." kata Wenda tersenyum sambil mengibas-ngibaskan uang tersebut.
(di toko buku) pukul 15.00 hari Rabu
Devi sedang mengelilingi rak khusus untuk buku mengenai novel-novel fiksi. Ia memegang sebuah buku karangan Dewi Lestari berjudul Perahu Kertas. Kadang ia berangan-angan suatu hari ingin menulis sebuah novel fiksi dan menjadi best seller. Tiba-tiba seorang bapak berdiri disampingnya.
"Suka baca novel fiksi ya?" tanya sang bapak yang masih berusia sekitar 30-an.
Devi menoleh. "Iya."
"Kamu Devi Noviyati kan?" tanya sang bapak lagi.
Devi terkejut karena bapak itu mengetahui namanya, bahkan nama lengkapnya. "Kok bapak tau nama saya?"
"Kamu kan yang sering ngirim cerpen fiksi di majalah Hello Girls." jawab sang bapak sambil membolak-balik halaman novel Dewi Lestari yang berjudul Supernova.
"Darimana bapak tau?" tanya Devi lagi.
"Ya tau lah. Saya kan pemimpin redaksi majalah Hello Girls."
"Pemimpin redaksi? Bapak Amerta? Wah mimpi apa saya bisa bertemu Bapak disini." seru Devi diiringi senyumnya.
"Saya menggemari cerpen fiksi yang sering kamu kirim ke redaksi. Ceritanya unik, bagus, dan lain daripda yang lain." jelas Bapak Amerta.
"Wah bapak bisa saja. Bapak sedang apa kemari?"
"Saya mencari penulis yang akan saya rekrut menjadi penulis cerpen tetap di majalah saya. Dan saya menemukan kamu disini."
"Maksud bapak?" tanya Devi bingung.
"Kamu mau kan bergabung menjadi penulis tetap di majalah Hello Girls? Saya akan beri kamu honor besar jika cerpen-cerpen kamu berhasil menarik minat remaja untuk selalu menanti kelanjutan cerpen karangan kamu selanjutnya. Tapi itu terserah kamu berminat atau tidak."
Devi teringat pada Bunda Atika yang tengah membutuhkan uang untuk mengambil kembali surat tanahnya. Ia berpikir jika honornya dikumpulkan terus menerus, ia bisa membantu Bunda. "Mau mau, Pak. Saya berminat sekali." kata Devi antusias.
"Baik. Hari Sabtu datanglah ke kantor saya. Ini alamatnya." Bapak Amerta menegeluarkan selembar kartu nama dan menyerahkannya pada Devi.
Anisa telah menemukan jalan untuk membantu keuangan Bunda demi mendapatkan kembali surat tanah tersebut. Ia mengajak Angel dan Ryn untuk bergabung ke manajemen Daniel. Sementara Wenda memutuskan untuk menjadi kuli angkut barang-barang belanjaan dan Devi bergabung menjadi tim penulis cerpen tetap di majalah Hello Girls.
Lalu apakah dengan pekerjaan baru itu mereka bisa sedikit demi sedikit membantu Bunda Atika?
~~to be continued~~
nantikan part selanjutnya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar